Altair and Vega | Hikoboshi and Orihime source picture : ytimg |
Di Jepang, Tanabata Festival sangatlah terkenal dan momen ini biasanya dirayakan dengan cara menggantungkan permohonan di sebuah pohon bambu. Dan momen ini diadakan setiap musim panas di bulan Juli, dimana kita dapat menemukan summer triangle di langit yaitu Altair, Vega, dan Deneb.
Cerita tentang Tanaba ini memang terhubung dengan bintang-bintang di musim panas tersebut.
Untuk cerita yang lebih detail, menurut sumber dari j-borneo | j-borneo.com ...
Tanabata atau yang sering disebut Festival Bintang adalah salah satu perayaan ada pada saat musim panas di Jepang, Tiongkok, dan Korea. Hampir seluruh warga Jepang merayakan festival ini. Perayaan Tanabata dikenal di Jepang sejak zaman Edo [1603-1867]. Peristiwa ini akan ada di awal bulan Juli. Saat bintang yang bernama Altair dan Vega bertemu di langit setelah terpisahkan selama satu tahun mengilhami masyarakat kuno di Cina untuk menjadikannya legenda percintaan antara sepasang kekasih. Di Jepang, legenda ini dikenal sebagai kisah cinta yang dihubungkan antara kedua bintang Yaitu Vega sebagai Orihime dan Altair sebagai Hikoboshi. Perayaan pertemuan mereka dikenal dengan nama Tanabata dan menjadi ritual masyarakat yang menikmati langit malam di musim panas.
Legenda Tanabata di Jepang mengisahkan bintang Vega yang merupakan bintang tercerah dalam rasi bintang Lyra sebagai Orihime, putri Dewa Langit yang pandai menenun. Bintang Altair yang berada di rasi bintang Aquila dikisahkan sebagai sebagai penggembala rajin bernama Hikoboshi . Walau awalnya tidak mendapat restu, kegigihan Hikoboshi untuk menikahi Orihime meluluhkan hati Dewa langit.
Sayang, setelah menjadi suami istri, pasangan ini lebih sering bersenang-senang dan bermalas-malasan sehingga Orihime tidak lagi menenun dan Hikoboshi tidak lagi menggembala. Dewa Langit yang murka memisahkan keduanya dengan Amanogawa (sungai Amano/galaksi Bima Sakti) di antara mereka. Pasangan ini hanya diizinkan bertemu setahun sekali di malam hari ke-7 bulan ke-7 setelah mereka bekerja keras selama setahun. Ketika mencoba untuk saling berjumpa ternyata sungai tanpa jembatan itu sulit dilalui sehingga Orihime menangis. Sekawanan burung kasasagi mendengar tangisan ini dan membentangkan sayap untuk membentuk jembatan. Namun, jika hari hujan, burung-burung itu tidak akan datang dan pasangan ini terpaksa menunggu hingga setahun ke depan.
Ada versi yang menceritakan agar hujan tidak turun pada tanggal tersebut, sejak semalam sebelumnya pasangan ini memohon kepada Dewa Bintang dengan menuliskan sajak-sajak harapan diatas secarik kertas warna warni yang disebut 'Tanzaku' untuk digantungkan di batang pohon bambu. Batang pohon bambu ini dipercaya akan tumbuh menjulang ke langit sehingga permohonan mereka pun akan terbaca oleh Dewa Bintang.
Selain cerita di atas, ternyata ada cerita versi lain lo. Tentunya kita sudah tidak asing dengan legenda Jaka Tarub yang mencuri selendang bidadari dan kemudian menikahi bidadari itu. Nah, cerita versi ke-2 mirip dengan ceritanya Jaka Tarub. Hanya saja ada tambahan di akhir. Yakni Hikoboshi (Jaka Tarub-nya Jepang) diminta membuat 1000 sandal dari jerami dan menanamnya di sekitar pohon bambu oleh sang bidadari Orihime saat Orihime kembali ke kahyangan setelah menemukan selendangnya.
Tiba – tiba pohon bambu itu bertambah besar dan tinggi dalam seketika. Pohon itu terus tumbuh tinggi hingga hampir menyentuh langit. Kengyu alias Hikoboshi tidak menyadari karena ia begitu ingin bertemu dengan Orihime, ia hanya membuat 999 sandal jerami. Kurang sedikit lagi saja, maka pohon itu bisa mencapai pintu gerbang kahyangan. Kengyu tidak bisa masuk, ia hanya bisa berteriak – teriak memanggil nama istrinya, “ Orihime…Orihimeee… “.
Orihime akhirnya mendengar teriakan suaminya dan menarik suaminya naik ke kahyangan. Kengyu sangat bahagia bisa berjumpa dengan istrinya lagi, begitu juga dengan Orihime.
Sayangnya ayah Orihime tidak menyukai menantunya. Beliau tidak suka anaknya menikahi manusia biasa. Dengan harapan untuk dapat memisahkan anaknya dan Kengyu, ayah Orihime memberi Kengyu tugas yang berat. ” Jagalah ladang melon milik para dewa selama tiga hari dan tiga malam ” sabda ayah Orihime. Orihime yang turut mendengar perintah ayahnya, diam – diam menemui Kengyu untuk memberi petunjuk. ” Ladang melon para dewa sangat luas dan matahari akan bersinar sangat terik. Kau akan menjadi sangat haus, meskipun begitu, jangan sekali – kali kau memakan buah melon para dewa tersebut. Sesuatu yang buruk akan terjadi pada kita jika kau memakan buah itu.” kata Orihime. Kengyu berjanji untuk mematuhi nasehat istrinya.
Pada hari ketiga, Kengyu tak kuasa menahan rasa lelah dan haus akibat panas matahari yang terus menerus bersinar. Ia mengambil sebuah melon dan membelahnya. Begitu melon itu terbelah, air mengucur deras dari dalam melon itu dan membentuk sebuah sungai yang mengalir deras. Lalu muncul sebuah kekuatan tak terlihat yang menarik Kengyu dan mengembalikannya lagi ke bumi. Ia tidak bisa kembali ke kahyangan lagi karena aliran sungai deras tadi.
Orihime menangis sedih karena kehilangan suaminya, dia meratap dan memohon pada ayahandanya untuk dapat dipersatukan lagi dengan suaminya. Akhirnya ayah Orihime jatuh kasian dan mengizinkan Orihime bertemu Kengyu satu kali dalam setahun, yaitu pada malam tanggal 7 Juli. Orihime dan Kengyu kemudian menjelma menjadi bintang di langit, bintang Vega dan Altair. Setiap tanggal 7 Juli malam, kedua bintang ini akan bersinar dengan terang dan indahnya dan saling bertemu di gugusan bima sakti. Gugusan bima sakti ini adalah sungai yang diciptakan oleh ayah Orihime.
Itulah legenda asal-usul perayaan Tanabata di Jepang. Pada awalnya, masyarakat merayakan Tanabata untuk turut berdoa agar malam hari tersebut langit cerah sehingga Orihime dan Hikoboshi bisa bertemu.
Namun, seiring berjalannya waktu, tampaknya masyarakat lebih mementingkan kebiasaan pasangan kekasih yang menuliskan harapan-harapan mereka di atas secarik kertas berwarna warni dan menggantungkannya di batang pohon bambu dengan harapan doa mereka terkabul.
Penulisan dan penggantungan secarik kertas harapan ini berakhir ketika 'Obon Matsuri (Festival Arwah) dimulai pada bulan Agustus. Pohon bambu yang sudah digantungi banyak kertas harapan, umumnya akan dilarung ke sungai sebagai perlambang kemalangan atau nasib buruk yang hanyut terbawa oleh air dan doa yang akan terkabul.
0 komentar:
Post a Comment
TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA